Jumat, 14 Januari 2011

Konservasi Danau Limboto

Konservasi Danau Limboto

1. Pendahuluan

I. Pendahuluan

a. Gambaran Umum
a.1. Lokasi
Danau Limboto adalah  salah satu asset sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Gorontalo saat ini. Danau Limboto telah berperan sebagai sumber pendapatan bagi nelayan, pencegah banjir, sumber air pengairan dan obyek wisata.
Gambar 1. Kondisi Danau Limboto
Areal danau ini berada pada dua wilayah yaitu + 30 % wilayah Kota Gorontalo dan + 70 % di wilayah Kabupaten Gorontalo dan menjangkau 5 kecamatan. Danau Limboto kini berada pada kondisi yang sangat memperihatinkan karena mengalami proses penyusutan dan pendangkalan akibat sedimentasi yang mengancam keberadaannya dimasa yang akan datang. Semakin berkurangnya luasan perairan danau menyebabkan semakin menurunnya fungsi danau sebagai kawasan penampung air sehingga berpotensi terjadinya banjir dan kekeringan di sekitar wilayah kawasan danau bahkan di luar kawasan Danau Limboto.
a.2. Letak Geografi
Danau Limboto terletak di bagian tengah Provinsi Gorontalo dan secara astronomis, DAS Limboto terletak pada 122° 42’ 0.24” – 123° 03’ 1.17” BT dan 00° 30’ 2.035” – 00° 47’ 0.49” LU. DAS Limboto merupakan bagian dari Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP-DAS) Bone-Bolango yang luasnya 91.004 ha dan termasuk salah satu DAS Prioritas dari DAS Kritis di SWP-DAS Bone-Bolango. Danau Limboto, merupakan cekungan rendah atau laguna, yang merupakan muara sungai-sungai, diantaranya: Ritenga, Alo Pohu, Marisa, Meluopo, Biyonga, Bulota, Talubongo dan sungai-sungai kecil dari sisi selatan: Olilumayango, Ilopopala, Huntu, Hutakiki, Langgilo.
]
Gambar 2. Peta Topografi DAS Limboto
Gambar 3. Peta Topografi dan Bathimetri Danau Limboto
a.3. Luas, Kedalaman dan Iklim
Pada tahun 1932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas 7.000 Ha, dan tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10 meter dan luas menjadi 4.250 Ha. Sedangkan tahun 1990 – 2008 kedalaman Danau Limboto rata-rata tinggal 2,5 meter dengan luas 3.000 Ha.
Gambar 4. Pendangkalan Danau Limboto
Pendangkalan danau terutama diakibatkan adanya erosi dan sedimentasi akibat usaha-usaha pertanian yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan kegiatan pembukaan hutan (illegal logging) di daerah hulu sungai (tangkapan air) terutama pada DAS Limboto juga kegiatan budidaya perikanan yang kurang ramah lingkungan.
Kawasan Danau Limboto dan daerah aliran sungainya (DAS) terletak pada daerah bayang-bayang hujan selama 44 tahun terakhir (1961-2005) sebesar 1.426 mm per tahun. Curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (bulan kering) terjadi selama 3 bulan yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Sedangkan curah hujan di atas 100 mm ( bulan basah) terjadi selama 9 bulan, yaitu bulan Januari-Juli dan bulan November – Desember. Menurut klasifikasi Iklim Oldeman dan Darmijati (1977), kawasan Danau Limboto dan sekitarnya termasuk dalam Zona Agroklimat E2. Dengan demikian musim kemarau cukup panjang, yaitu antara Agustus – Oktober. Jumlah hari hujan dalam setahun berkisar antara 172 – 216 hari, dengan rata – rata hari hujan sebanyak 194 hari per tahun dan rata hari hujan per bulan selama setahun 16,2 hari. Jumlah hari hujan di atas, rata – rata hari hujan per bulan selama 9 bulan, pada bulan Januari – Juli dan November – Juni. Nilai Evapotranspirasi rata – rata bulanan di kawasan Danau Limboto dan sekitarnya, berkisar antara 127 – 145 mm. Sedangkan jumlah rata – rata setahunnya sebesar 1652,8 mm. Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Limboto sebagai berikut :
  • Temperatur rata-rata bulanan : 22,2° C – 31,3° C.
  • Kelembaban udara relatif tahunan rata-rata : 81.
  • Kelembaban udara rata-rata bulanan: 77 – 83.
  • Kecepatan angin rata-rata bulanan : 1,17 – 2,48 m/detik.
  • Penyinaran angin rata-rata bulanan : 4,4 – 7,1 jam/hari.
  • Penyinaran tertinggi pada bulan.
  • Penyinaran terendah pada bulan.
  • Type iklim menurut Schmidt dan Ferguson : C.
  • Type iklim menurut Oldeman termasuk E 1 < 3) bulan basah, < 2 bulan kering, dan D1 (3-4 BB, 3-5 BK).
  • Nilai erosifitas hujan (R) pada berbagai stasiun curah hujan pada DAS Limboto adalah : Penakar Hujan Biyonga = 889,96. Penakar Hujan BMG Bandara Djalaludin = 665,32
Gambar 5. Kondisi Danau Limboto Tahun 2009
Gambar 6. Existing Danau Limboto
a.4. Volume Air dan Debit Air
Volume danau ditunjukkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa volume danau yang diperoleh dari studi ini sedikit lebih besar dibanding volume yang didapat dari hasil studi JICA tahun 2003. Salah satu penyebab perbedaan volume ini adalah akibat perbedaan kerapatan jarak antara jalur Untuk Danau Limboto hubungan antara elevasi dengan luas genangan dan sounding yang digunakan. Dalam studi JICA (2003) jarak antar jalur sounding adalah sekitar 500 meter, sedang dalam studi ini (2008) jarak antar jalur sounding jauh lebih rapat yaitu sekitar 125 meter (4 x lebih rapat).
Tabel 1: Luas Genangan dan Volume Danau Limboto
Gambar 7. Volume Danau Limboto
Danau Limboto adalah bagian dari sistem DAS Limboto yang merupakan sisa dari sebuah laguna yang menghubungkan dengan laut melalui daerah muara sungai Bolango-Bone. Karena posisinya tersebut, muka air Danau Limboto dapat dipengaruhi kondisi banjir Sungai Bolango dan bahkan banjir Sungai Bone. Karena sistem sungai yang saling terkait ini, maka dalam analisa hidrologi danau perlu diperhitungkan bagaimana pengaruh DAS Limboto, DAS Bolango dan DAS Bone terhadap danau. Dengan demikian dalam analisa hidrologi, yang perlu diperhitungkan adalah pengaruh seluruh sungai di Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Secara singkat gambaran umum masing-masing DAS adalah sebagai berikut :
DAS Danau Limboto
DAS Danau Limboto memiliki daerah aliran seluas 920 km2, termasuk luas permukaan danau yang bervariasi, mulai sekitar 25 km2 dalam musim kemarau sampai 50 km2 pada waktu banjir dalam musim hujan. Daerah penutupan hutan yang tidak terganggu saat ini diperkirakan mencakup 20% dari luas total DAS, sementara sekitar 66% dari daerah tersebut terdiri atas penggunaan lahan pertanian. Sekitar 20 anak sungai mengalir ke dalam danau dari utara, barat, dan selatan.
DAS Sungai Bolango
Sungai Bolango memiliki luas total daerah aliran kurang lebih 520 km2. Tutupan hutan mencakup kurang lebih 46% dari luas wilayah sungai. Sungai Bolango memiliki aliran dasar yang baik. Dimasa lalu, Sungai Bolango mengalir ke Danau Limboto, arah aliran berubah ketika terjadi sesar yang mengangkat lahan di Limboto. DAS Bolango-Bone juga didominasi (80%) oleh wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 40%. Artinya, DAS ini juga rentan terhadap proses degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment area-nya tidak dikelola secara tepat. DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat jelas pada frekuensi banjir yang terjadi di Kota Gorontalo.
DAS Sungai Bone
Sungai Bone memiliki luas total daerah aliran sebesar 1.331 km2. Tutupan lahan utamanya adalah hutan yang tidak terganggu (84%). Daerah aliran sungainya terutama terdiri atas daerah tinggi dan kawasan berpegunungan. Rata-rata ketinggian wilayah sungai ini kurang Iebih 700 m. Pola drainasenya dipengaruhi oleh kondisi geologi, dengan banyak sesar utama yang berarah timur ke barat maupun utara ke selatan. Semua sungai utama di DAS ini mengalir sepanjang tahun, dan memiliki aliran dasar yang baik. Limpasan lebih tinggi di wilayah sungai ini dibandingkan di tempat yang lain, karena lerengnya yang terjal, tempatnya tinggi, dan tanahnya dangkal.
Sekitar 23 anak sungai mengalir ke dalam Danau Limboto dari arah utara, barat, dan selatan. Dari seluruh sungai tersebut hanya satu sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu sungai Biyonga, dengan daerah aliran yang cukup kecil seluas 68 km2. Sub DAS ini mengalirkan air dari rangkaian pegunungan yang lebih tinggi di sebelah Utara dan memiliki mata air permanen. Anak Sungai yang terbesar adalah sungai Alo – Molalahu (348 km2) dan sungai Pohu (156 km2). Anak- anak sungai tersebut mengalirkan air hujan dengan cepat, sehingga sangat sedikit air yang ditahan sebagai aliran dasar tanah. Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 8. Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto
Inlets Danau Limboto Berdasarkan pengamatan ada sekitar 23 sungai dan saluran yang masuk danau Limboto selain saluran kecil lainnya dan drainase sawah di sebelah timur, utara dan barat danau. Disamping itu yang menjadi sumber air lainnya bagi danau Limboto adalah air hujan yang jatuh langsung ke danau dan air tanah.
Data yang dilaporkan oleh JICA Stusy Team (2001) menunjukan bahwa sungai Biyonga, Meluopo dan Alo – Pohu merupakan sungai -sungai utama pembawa sedimen ke danau. Dari ketiga sungai tersebut, sungai Biyonga mengkontribusikan 56% dari total sedimen yang masuk ke danau.
Gambar 9. Peta Inlets Danau Limboto
Outlet Danau Limboto. Debit rata-rata outlet danau adalah 8,20 m3/det dengan maksimal tercatat 39,70 m3/det dan debit minimal tercatat 0,10 m3/det.
Gambar 10. Peta Outlet Danau Limboto
b.Fungsi dan Manfaat Danau
Danau Limboto memiliki banyak fungsi dan manfaat yaitu sebagai penyedia air bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, penghasil sumberdaya alam hayati, penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, sumber perikanan, sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sebagai sarana penelitian dan pendidikan.
Beberapa fungsi dan manfaat danau secara ekosistem adalah sebagai berikut :
  1. Sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang bahan genetik.
  2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup jenis flora/fauna yang penting.
  3. Sebagai sumber air yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat sekitarnya (rumah tangga, industri dan pertanian).
  4. Sebagai tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau dari sumber-sumber air bawah tanah.
  5. Memelihara iklim mikro, di mana keberadaan ekosistem danau dapat mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat.
  6. Sebagai sarana tranportasi untuk memindahkan hasil-hasil pertanian dari tempat satu ke tempat lainnya.
  7. Sebagai sarana rekreasi dan obyek pariwisata.
Dua hal lain yang ditawarkan ekosistem danau adalah :
  1. Sebagai sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri.
  2. Sebagai sistem pembuangan yang memadai dan paling murah.
Sebagai sumber air paling praktis, danau sudah menyediakannya melalui terkumpulnya air secara alami melalui aliran permukaan yang masuk ke danau, aliran sungai-sungai yang menuju ke danau dan melalui aliran di bawah tanah yang secara alami mengisi cekungan di muka bumi ini. Bentuk fisik danau memberikan daya tarik sebagai tempat membuang yang praktis. Jika semua dibiarkan demikian, maka akan mengakibatkan danau tak akan bertahan lama berada di muka bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar